JENIS PENYAKIT PADA IKAN (FINFISH) BUDIDAYA AIR PAYAU
Kasus penyakit yang paling banyak pada ikan bersirip (finfish) dijumpai pada budidaya ikan kerapu. Sedangkan kasus penyakit pada ikan bandeng selama ini jarang ditemukan.
Penyakit bakterial
Jenis penyakit bakterial yang ditemukan pada ikan kerapu, diantaranya adalah penyakit borok pangkal strip ekor (Gambar 1), dan penyakit mulut merah. Hasil isolasi dan identifikasi bakteri ditemukan beberapa jenis bakteri yang diduga berkaitan erat dengan kasus penyakit bakterial, yaitu Vibrio alginolyticus, V algosus, V anguillarum dan V fuscus. Diantara jenis bakteri tersebut bakteri V alginolyticus dan V fuscus merupakan jenis yang sangat patogen pada ikan kerapu tikus.
1. Vibrio alginolyticus
Vibrio alginolyticus dicirikan dengan pertumbuhannya yang bersifat swarm (Gambar 2) pada media padat non selektif. Ciri lain adalah gram negatif, motil, bentuk batang, fermentasi glukosa, laktosa, sukrosa dan maltosa, membentuk kolom berukuran 0.8-1.2 cm yang berwarna kuning pada media TCBS. Bakteri ini merupakan jenis bakteri yang paling patogen pada ikan kerapu tikus dibandingkan jenis bakteri lainnya. Nilai konsentrasi letal median (LC50) adalah sebesar 106.6 pada ikan dengan berat antara 5-10 gram. Kematian masal pada benih diduga disebabkan oleh infeksi bakteri V alginolyticus. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan penggunaan berbagai jenis antibiotika seperti Chloramfenikol, eritromisina dan oksitetrasiklin. Sifat lain yang tidak kalah penting adalah sifat proteolitik yang berkaitan dengan mekanisme infeksi bakteri.
2. Vibrio anguillarum
Dibandingkan dengan V alginolyticus, V anguillarum merupakan spesies yang kurang patogen terhadap ikan air payau. Pada uji patogenisitas ikan kerapu tikus ukuran 5 gram yang diinfeksi bakteri dengan kepadatan tinggi hingga 108 CFU/ikan hanya mengakibatkan mortalitas 20%.
Diagnosis penyakit dapat dilakukan dengan melakukan isolasi dan identifikasi bakteri. Penumbuhan bakteri pada media selektif TCBS akan didapatkan koloni yang kekuningan dengan ukuran yang hampir sama dengan koloni V alginolyticus akan tetapi bakteri ini tidak tumbuh swarm pada media padat non-selektif seperti NA.
Penyakit protozoa
1. Cryptocaryonosis
Penyakit ini sering ditemukan pada ikan kerapu bebek dan macan, dengan tanda ikan yang tersering terlihat bercak putih. Stadia parasit yang menginfeksi ikan dan menimbulkan penyakit adalah disebut trophont berbentuk seperti kantong atau genta (Gambar 3) berukuran antara 0.3-0.5 mm, dan dilengkapi dengan silia.
Tanda klinis ikan yang terserang adalah ikan seperti ada gangguan pernafasan, bercak putih pada kulit, produksi mukus yang berlebihan, kadang disertai dengan hemoragi, kehilangan nafsu makan sehingga ikan menjadi kurus. Erosi (borok) dapat terjadi karena infeksi sekunder dari bakteri.
Diagnosis dapat dilakukan dengan melihat gejala seperti adanya bercak putih, tetapi untuk lebih memantapkan (diagnosis definitif) perlu dilakukan pengamatan secara mikroskopis dengan cara memotong insang, mengerok dari lendir.
Serangan penyakit dapat diatasi dengan penjagaan kualitas air. Perlakuan bahan kimia pengendali parasit dapat dilakukan seperti perendaman dalam larutan formalin 25 ppm, perendaman ikan dalam air bersalinitas 8 ppt selama beberapa jam dan memindahkan ikan yang sudah diperlakukan ke dalam wadah barn bebas parasit.
2. Infestasi Trichodina
Penempelan Trichodina (Gambar 4) pada tubuh ikan sebenarnya hanya sebagai tempat pelekatan (substrat), sementara parasit ini mengambil partikel organik dan bakteri yang menempel di kulit ikan. Tetapi karena pelekatan yang kuat dan terdapatnya kait pada cakram, mengakibatkan seringkali timbul luka, terutama pada benih dan ikan muda. Pelekatan pada insang juga seringkali disertai luka dan sering ditemukan set darah merah dalam vakuola makanan Trichodina. Pada kondisi ini maka Trichodina merupakan ektoparasit sejati.
Trichodina yang merupakan ektoparasit pada ikan air laut mempakan spesies yang bersifat sebetulnya lebih bersifat komensal daripada ektoparasit. Trichodina spp. yang didapatkan pada ikan air payau merupakan spesies yang memiliki toleransi yang luas terhadap kisaran salinitas. Trichodina yang menempel di insang umunmya berukuran lebih kecil dibandingkan yang hidup di kulit, contohnya adalah Trichodinella.
Ikan yang terserang Trichodina biasanya warna tubuhnya terlihat pucat, produksi lendir yang berlebihan dan terlihat kurus. Diagnosis dapat dilakukan dengan cara melakukan pengerokan (scraping) pada kulit, atau mengambil lembaran insang dan melakukan pemeriksaan secara mikroskopis.
Pencegahan terhadap wabah penyakit adalah dengan cara pengendalian kualitas lingkungan, karena mewabahnya penyakit berkaitan dengan rendahnya kualitas lingkungan. Perlakuan terhadap ikan yang terinfeksi oleh parasit adalah dengan cara perendaman dalam larutan formalin 200-300 ppm.
3. Caligus sp., parasit golongan Crustacea
Parasit jenis ini sering, ditemukan baik pada induk ikan maupun di tambak. Penempelan ektoparasit ini dapat menimbulkan luka, dan akan lebih parah lagi karena ikan yang terinfeksi dengan parasit sering menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding bak atau substrat keras lainnya. Timbulnya luka akan diikuti dengan infeksi bakteri.
Caligus sp. berukuran cukup besar sehingga dapat diamati dengan tanpa bantuan mikroskop. Perlakuan ikan terserang parasit cukup mudah, yaitu hanya merendamnya dalam air tawar selama beberapa menit. Perlakuan dengan formalin 200-250 ppm juga cukup efektif. Penggunaan bahan seperti Triclorvon (Dyvon 95 SP) hiingga 2 ppm dapat mematikan parasit.
Sumber : Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 2004
Vibrio Infections of Fish 1
Peggy A. Reed and Ruth Francis-Floyd2
Vibrio infections usually occur in fish from marine and estuarine environments, and have been reported throughout the world. Occasionally, vibriosis is reported in freshwater fish. The disease can cause significant mortality (=>50%) in fish culture facilities once an outbreak is in progress. Common names for Vibrio infections of fish include "red pest" of eels, "salt-water furunculosis", "red boil", and "pike pest". Vibrio infections can spread rapidly when fish are confined in heavily stocked, commercial systems and morbidity may reach 100% in affected facilities.
The disease is caused by gram negative bacteria in the family Vibrionaceae. This group of bacteria includes two important genera which can be significant fish pathogens. The genus Aeromonas includes several species which are important pathogens of freshwater fish, although they occasionally cause disease in marine species (see IFAS Extension Fact Sheet FA-14 for more information on Aeromonas infections of fish). Bacteria in the genus Vibrio are important pathogens of marine and brackish water fish, although they occasionally are reported in freshwater species. Seven species of Vibrio have been associated with disease in fish:
• V. anguillarum (isolated most commonly from marine and brackish water fish);
• V. ordalli (an atypical strain of
• V. anguillarum , sometimes referred to as Biotype 2);
• V. damsela (isolated from damsel fish);
• V. carchariae (isolated from sharks);
• V. vulnificus (reported in Japanese eels); and
• V. alginolyticus (reported from cultured seabream in Israel).
A new, extremely pathogenic Vibrio infection of cold-water marine fish (i.e., salmon) is caused by V. salmonicida and is referred to as "cold-water vibrio" or "hitra" disease. Cold-water vibrio has not been reported in warm-water fish and will not be discussed further in this publication.
Vibrio species are also known to cause disease in humans, most often following the consumption of contaminated shellfish. Most serious illness is usually limited to individuals with a suppressed immune system, such as those with liver disease or Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). However, it is always wise to wear gloves while examining sick fish, and to wash your hands thoroughly with a bactericidal soap afterwards.
Signs of Infections
The signs of vibriosis are similar to many other bacterial diseases of fish. They usually start with lethargy and a loss of appetite. As the disease progresses, the skin may become discolored, red and necrotic (dead). Boil-like sores may appear on the body, occasionally breaking through the skin surface resulting in large, open sores. Bloody blotches (erythema) are common around the fins and mouth. When the disease becomes systemic, it can cause exopthalmia ("pop-eye"), and the gut and rectum may be bloody and filled with fluid. It should be noted that all of these "signs" can be caused by other bacterial diseases, and are not proof of a Vibrio infection.
Diagnosis
Although a Vibrio infection can be suspected given certain case histories and clinical signs, proper diagnosis requires isolation of the bacteria and its identification. If you are unable to perform these tasks yourself, live, diseased fish should be delivered to a diagnostic laboratory familiar with fish diseases to confirm the infection, identify the species of Vibrio , and perform an antibiotic sensitivity test. Contact your county extension agent for assistance on where and how to submit samples for diagnostic services.
For those who are capable of culturing bacteria, Vibrio spp. prefer a blood agar supplemented with 3% salt, but enriched media such as trypticase soy agar with 5% ovine blood is adequate for initial isolation. Vibrio spp. can be differentiated from closely related bacteria by its specific sensitivity to Novobiocin and 0/129, two commercially available vibriostatic agents. Despite the unique "comma-shape" of Vibrio bacteria, microscopic examination of infected tissues cannot be used in place of culture and isolation techniques.
Transmission
The precise route of Vibrio infection is unclear, but oral transmission is suspected. It is possible to isolate Vibrio spp. from the intestinal tract of clinically normal fish. Under certain conditions, the bacteria may be capable of crossing the intestinal wall, resulting in systemic disease. Once an outbreak is in progress, the number of infectious particles in the environment rises dramatically, increasing the chance that exposed fish will get sick.
Management
In confined, heavily stocked, commercial systems, Vibrio disease outbreaks can proceed rapidly. Therefore, prevention is essential to any management scheme. As Vibrio species are believed to be opportunistic, conditions which favor a disease outbreak are often caused by environmental stress which can be avoided. Poor nutrition or water quality, improper handling, overcrowding, and the presence of other disease-causing agents will all increase your fish's chances of contracting a Vibrio infection. Parasites are of special concern, as they often cause damage to fish tissue, creating an ideal location for Vibrio infections to begin. Chemical treatments, including the use of copper compounds, can be harsh on fish and have been reported to precipitate Vibrio disease outbreaks.
Quarantine of new fish and good sanitation practices should be used at all times, and will minimize the spread of Vibrio infection from infected to uninfected fish, should a disease outbreak occur. New fish should always be kept away from existing fish. Tanks and culture facilities should be kept clean and free of any unnecessary wastes.
Treatment
Before any treatment with antibiotics, a thorough investigation of water quality and husbandry practices should be conducted. Removal of underlying problems is essential to successful resolution of the problem. Occasionally, removal of contributing factors (i.e., poor water quality) will be all that is required to control the infection, but in most cases it is prudent to treat an active Vibrio outbreak with antibiotic therapy.
The selection of an antibiotic should be based on results of an in vitro sensitivity test. There are two antibiotics which have been approved by the Food and Drug Administration (FDA) for use in food fish (catfish and salmonids) in the United States. Terramycin contains the antibiotic oxytetracycline. It is sold for fish in a sinking feed and should be fed for 10 days. Fish which have been fed Terramycin should not be eaten for at least 21 days following treatment (the legal withdrawal time) to ensure complete elimination of drug residue from edible tissue. Romet is a potentiated sulfonamide which contains two drugs, sulfadimethoxine and ormetoprim. It is sold for fish in a floating feed and should be fed for 5 days. The withdrawal time of Romet for catfish is only 3 days because the drug is bound in the skin of the fish which is removed when catfish are cleaned. In salmonids, however, the withdrawal time is 6 weeks because the fish are not skinned during processing. Either drug will be effective if the strain of Vibrio is sensitive to it and if sick fish ingest enough medication to maintain the drug in the bloodstream throughout the treatment period.
In pet fish, the traditional treatment for bacterial disease has been the addition of antibiotics to tank water. This practice should only be pursued as a last resort. Antibiotics should be delivered to fish in medicated feeds or by injection. Flake foods which contain Terramycin or Romet are commercially available through pet retail outlets for use in aquarium fish. Because there is no FDA-approved antibiotic available for use in pet fish, veterinary supervision of antibiotic therapy is recommended. If fish do not respond to antibiotic therapy within 48 hours a sample of sick fish and water should be sent to a fish disease diagnostic laboratory to confirm the original diagnosis and determine whether additional problems, such as parasitism, may also be present.
Vaccination
Commercial vaccines are available to prevent vibriosis in salmonids. In the United States, animal vaccines are regulated by the United States Department of Agriculture (USDA). In species other than salmonids, veterinary supervision will be required for vaccine access and use. Vaccinated fish appear to grow and survive better than their unvaccinated counterparts, however the exact nature of the immunity provided is not clear. Most commercial products are bivalent vaccines; this means that they provide protection to two different organisms, in this case V. anguillarum and V. ordalli . Vaccines are usually administered to the fish by immersion, although injectable and oral products are also available. Efficacy of oral vaccines has not been as good as injectable or immersion products.Vaccines made from sonicated, heat-killed bacteria are also available and effective.
Summary
Vibriosis is primarily a disease of marine and estuarine fish, both in commercial production systems and natural waters throughout the world. Stress and overcrowding often are associated with disease outbreak. Although a presumptive diagnosis can be made based on history and examination of the fish, a definitive diagnosis can only be made following bacterial isolation and identification. Antibiotic therapy should be based on results of in vitro sensitivity tests. Two antibiotics, Terramycin (an oxytetracycline compound) and Romet (a potentiated sulfonamide) have been approved by the Food and Drug Administration for use in catfish and salmonids. Vaccination, which can be administered by injection, immersion, or orally, is used by the salmon industry to minimize the impact of vibriosis.
About half of new marine vibrio bacteria discovered in the last five years, can kill fish and crustacea, according to researchers at Heriot-Watt University in Edinburgh.
The most common disease of vibrios is cholera, which has caused millions of cases of illness and fatality in humans. Recent interest in this genus of bacteria has led to the discovery of many new species, especially from seawater and marine animals.
New species have been found in a wide range of marine environments, including corals, sediments and rotifers. For example, Vibrio coralliilyticus has recently been described as a new cause of disease in coral.
Professor Brian Austin of Heriot-Watt University said that his research demonstrates that some of these new species are similar to existing fish and shellfish pathogens. The new species, Vibrio brasiliensis, seems to be related to Vibrio tubiashii, which has long been known to cause disease in oysters.
Professor Austin comments: "Having observed this, the question arose about whether any of these new species could have implications to the health of marine animals. The answer was that around half of the new species killed fish in laboratory conditions. Our research shows that marine vibrios could cause disease to fish and crustaceans. In some cases, only 100 bacterial cells from the pathogens were capable of causing disease. This means that the bacteria are extremely aggressive and could pose a great risk to sea animals, as disease is often caused by enzymes produced by bacteria."
It is not yet clear to what extent these new vibrios affect marine animals in the wild. The next thrust of the work by Professor Austin and his team is to devise methods to minimize the risk of these bacteria to animals and the environment.
1. Pathogenicity of vibrios to rainbow trout (Oncorhynchus mykiss, Walbaum) and Artemia nauplii Brian Austin, Dawn Austin, Rowan Sutherland, Fabiano Thompson, Jean Swings
2.The species studied were: Vibrio brasiliensis, Vibrio coralliilyticus, Vibrio ezurae, Vibrio fortis, Vibrio kanaloaei, Vibrio neptunius and Vibrio rotiferianus
**
Vibrio bacteria could be a risk to fish as well as humans
Press release based on a recent article published by Environmental Microbiology
About half of new marine vibrio bacteria discovered in the last five years, can kill fish and crustacea, according to researchers at Heriot-Watt University in Edinburgh.
The most common disease of vibrios is cholera, which has caused millions of cases of illness and fatality in humans. Recent interest in this genus of bacteria has led to the discovery of many new species, especially from seawater and marine animals.
New species have been found in a wide range of marine environments, including corals, sediments and rotifers. For example, Vibrio coralliilyticus has recently been described as a new cause of disease in coral.
Professor Brian Austin of Heriot-Watt University said that his research demonstrates that some of these new species are similar to existing fish and shellfish pathogens. The new species, Vibrio brasiliensis, seems to be related to Vibrio tubiashii, which has long been known to cause disease in oysters.
Professor Austin comments: "Having observed this, the question arose about whether any of these new species could have implications to the health of marine animals. The answer was that around half of the new species killed fish in laboratory conditions. Our research shows that marine vibrios could cause disease to fish and crustaceans. In some cases, only 100 bacterial cells from the pathogens were capable of causing disease. This means that the bacteria are extremely aggressive and could pose a great risk to sea animals, as disease is often caused by enzymes produced by bacteria." It is not yet clear to what extent these new vibrios affect marine animals in the wild. The next thrust of the work by Professor Austin and his team is to devise methods to minimize the risk of these bacteria to animals and the environment.
Notes::
1. Pathogenicity of vibrios to rainbow trout (Oncorhynchus mykiss, Walbaum) and Artemia nauplii Brian Austin, Dawn Austin, Rowan Sutherland, Fabiano Thompson, Jean Swings
2.The species studied were: Vibrio brasiliensis, Vibrio coralliilyticus, Vibrio ezurae, Vibrio fortis, Vibrio kanaloaei, Vibrio neptunius and Vibrio rotiferianus.
JENIS PENYAKIT
1. Penyakit pada kulit
Kulit ikan menunjukkan warna pucat dan berlendir. Tanda ini terlihat jelas pada ikan yang berwarna gelap. Penyakit yang disebabkan oleh jamur menimbulkan bercak-bercak warna kelabu, putih atau kehitam-hitaman pada kulit ikan. Ikan yang menderita penyakit kulit kadang-kadang menggosok-gosokkan badannya pada suatu benda di dalam air.
2. Penyakit pada insang
Ikan terlihat sulit bernafas. Tutup insang mengembang dan lembaranlembaran insang pucat. Pada lembaran-lembaran insang terlihat bintikmerah yang disebabkan oleh pendarahan kecil (peradangan). Jika terdapat bintik-bintik putih pada insang, hal ini diebabkan oleh parasit kecil yang menempel pada tempat tersebut.
3. Penyakit pada organ (alat-alat dalam)
Perut ikan membengkak dengan sisik-sisik ikan berdiri (penyakit dropsy),dapat juga sebaliknya, perut menjadi sangat kurus. Kotoran ikan berdarah, menandakan adanya radang usus. Penyakit pada gelembung renang, menyebabkan ikan berenang terjungkir balik karena terganggunya keseimbangan badan.
PENYEBAB PENYAKIT
1) Non Parasit
a. Faktor-faktor kimia dan fisika, antara lain:
o Perubahan salinitas air secara mendadak;
o pH yang terlalu rendah (air asam), dan pH yang terlalu tinggi (air basa/alkalis);
o Kekurangan oksigen dalam air;
o Zat beracun, pestisida (insektisida, herbisida dan sebagainya);
o Perubahan suhu air yang mendadak;
o Kerusakan mekanis (luka-luka);
o Perairan terkena polusi.
o b. Makanan yang tidak baik :
o Kekurangan vitamin dan komposisi gizi yang buruk;
o Bahan makanan yang busuk dan mengandung kuman-kuman.
c. Bentuk fisik dan kelainan-kelainan tubuh yang disebabkan oleh keturunan.
d. Stres
Stres yang terjadi pada ikan berkaitan dengan timbulnya penyakit pada ikan tersebut. Stres merupakan suatu rangsangan yang menaikkan batas keseimbangan psikologi dalam diri ikan terhadap lingkungannya. Biasanya stres pada ikan diakibatkan perubahan lingkungan akibat beberapa hal atau perlakuan misalnya akibat pengangkutan/transportasi
ikan-ikan yang dimasukkan ke dalam jaring apung di laut dari tempat pengangkutan biasanya akan mengalami shock, berhenti makan dan mengalami pelemahan daya tahan terhadap penyakit.
e. Kepadatan Ikan
Kepadatan ikan yang melebihi daya dukung perairan (carrying capacity) akan menimbulkan persaingan antar ikan tinggi, oksigen terlarut menjadi rendah dan sisa metabolisme seperti ammonia akan meningkat sehingga dapat menimbulkan stres dan merupakan penyebab timbulnya serangan penyakit.
2) Parasit (Pathogen)
1. Pengertian :
Parasit atau panthogen adalah organisme dalam bentuk hewan atau tumbuh-tumbuhan atas pengorbanan dari induk emangnya (hewan atau tumbuh-tumbuhan lain). Parasit dapat berkembang dan menyebabkan infeksi yang dapat menularkan penyakit itu sendiri.
2. Penyebab penyakit :
o Crustacea/udang renik
o Protozoa
o Jamur
o Bakteri
o Virus
4. PENGOBATAN PENYAKIT
1) Non parasit
a. Pencegahan penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit non parasit adalah :
• Lingkungan harus baik
Lingkungan, terutama sifat fisika, kimia biologi perairan akan sangat mempengaruhi keseimbangan antara ikan sebagai inang dan organisme penyebab penyakit. Lingkungan yang baik akan meningkatkan daya tahan ikan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan ikan mudah stres dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit non parasit.
• Kepadatan ikan yang seimbang
Kepadatan ikan yang melebihi daya dukung perairan (carrying capacity) akan menimbulkan persaingan antar ikan tinggi, oksigen terlarut menjadi rendah dan sisa metabolisme seperti amoniak akan meningkat seperti amoniak akan meningkat sehingga dapat menimbulkan stres dan merupakan penyebab timbulnya penyakit.
• Makanan yang seimbang
Pemberian makanan yang kurang bermutu dapat menyebabkan kekurangan vitamin yang diikuti oleh pertumbuhan yang lambat atau menurunnya daya tahan ikan sehingga mudah untuk terserang suatu penyakit, disamping tingkat pemberian pakan dan kualitas makanan juga akan mempengaruhi sistem kekebalan.
b. Pengobatan yang bisa dilakukan :
• Melalui suntikan dengan antibiotika.
• Melalui makanan.
• Perendaman.
• Penyemprotan dengan tekanan tinggi.
2) Parasit
Beberapa macam parasit ikan dan pengobatannya :
a. Crustacea
Beberapa jenis crustacea yang sudah diketahui sebagai parasit ikan diantaranya adalah copepoda dan isopoda. Salah satu jenis copepoda ialah : Argasilus sp didapati biasa menyerang pada ikan laut yang dipelihara. Untuk jenis isopoda yang biasa terdapat dan merupakan parasit ikan adalah Nirocila sp.
Nirocila sp menyerang berbagai jenis ikan laut yang dipelihara, terutama terhadap ikan berukuran di atas 50 gram. Binatang ini mempunyai duri pengait pada kakinya sehingga dapat menempel dengan kuat pada insang atau di bagian sisi tubuh ikan yang
diserang. Serangan pada bagian insang ini bisa mengakibatkan borok karena jaringan daging pada insang dimakan oleh parasit tersebut.
Nirocila sp tergolong binatang vivaparous. Telur yang dihasilkan dierami dan anak yang menetas tumbuh dan berkembang di dalam kantong yang terletak di bawah perutnya.
Nirocila muda kemudian dilepaskan dan berenang bebas yang kemudian dapat menginfeksi ikan yang lain. Nirocila sp adalah protandrous di mana pada waktu muda mereka berkelamin jantan dan berubah menjadi betina pada waktu dewasa (matang).
Nirocila sp tahan terhadap kebanyakan pestisida seperti Dipterex, Matathion dan Hhyrethroids syntetic. Organophospat DDVP cukup aman dan efektif untuk pemberantasan parasit ini, namun jarang terdapat dalam bentuk yang masih murni.
Pengobatan dan pencegahan
Untuk mengatasi serangan parasit ini disarankan memakai formalin dengan cara sbb :
• Angkat jaring apung dan simpanlah ikan-ikan yang terserang di dalam bak/tank.
• Semprotkan formalin 1% ke jaring tersebut.
• Tambahkan formalin (200 ppm) ke dalam bak sampai parasit tersebut lepas dari tubuh ikan dan
• Keluarkan parasit-parasit tersebut dan musnahkan.
Biasanya serangan Nirocila sp dewasa (ukuran 2 - 3 cm) jarang berakibat serius. Serangan parasit dewasa mudah terlihat sewaktu dilakukan grading, sehingga dengan mudah dapat diambil dengan tangan untuk kemudian dimusnahkan.
b. Cacing Pipih
Dectylogyrus sp kadang-kadang ditemui menyerang ikan laut. Yang paling sering ditemukan menyerang ikan laut adalah Diplectanum sp. Bentuk parasit ini adalah sbb : mempunyai dua buah mata, ada alat penghisap (sucker) pada bagian depan dan belakang. Bagian belakang berbentuk seperti martil dengan bentuk seperti jangkar pada tiap ujungnya, bagian dalam perut seperti usus dan alat kelamin jelas terlihat. Parasit ini mempunyai panjang antara 0,5 - 1,0 dan memangsa sel-sel epithel insang ikan yang diserang.
Ikan yang terserang parasit ini atau jenis-jenis parasit lain yang menyerang insang cenderung untuk berenang ke arah air yang berarus kuat atau berenang miring di mana terlihat berbaring dengan insang terbuka lebar dan bergerak cepat. Biasanya serangan parasit ini sering bersamaan pula dengan serangan bakteri vibriosis. Insang ikan yang terserang kelihatan pucat dan mengeluarkan lendir yang berlebihan seperti pada penyakit cryptocoryoniasis. Apabila kondisinya sudah sedemikian parah, pengobatan akan percuma.
Pencegahan dan pengobatan
Pengobatan harus dilakukan secepatnya pada saat ikan kelihatan mulai terserang penyakit ini, dengan cara sbb :
• Menggunakan formalin 200 ppm selama 1/2 sampai 1 jam dengan aerasi yang kuat, ulangi sampai 3 hari.
• Menggunakan formalin 25 ppm dan malachite green 0,15 ppm selama semalam perendaman.
• Menggunakan acriflavina 10 ppm 1 jam atau 100 ppm dicelupkan selama 1 menit.
• Menggunakan dipterex 20 ppm selama 1 jam.
• Menggunakan air tawar murni selama 1 jam (hanya untuk Kakap Putih dan Kerapu Lumpur).
c. Protozoa
Protozoa merupakan pathogen yang paling utama bagi usaha budidaya laut. Protozoa merupakan jazad renik bersel satu dengan ukuran yang bervariasi antara 10 - 500 mikron. Parasit protozoa umumnya mempunyai bulu/cilia di sekeliling tubuhnya. Parasit pada budidaya ikan laut yang disebabkan oleh protozoa dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu : Cryptocaryoniasis, Brooklynelliasis dan Trichadiniasis.
- Cryptocaryoniasis
Penyakit ini paling umum dijumpai pada budidaya laut yang disebabkan oleh protozoa. Organisme penyebabnya adalah Cryptocaryon irritans Brown, dijumpai secara luas seperti halnya Ichthyophthirius multifilis yang terdapat di air tawar. Pada stadium belum dewasa binatang ini cenderung berbentuk seperti buah pear. Bagian mulut (Cryclostomum) terlihat seperti pada ganbar 5 dimana terlihat sedang memangsa sel daging ikan.
Pemangsaan yang terus menerus kadang-kadang menyebabkan kerusakan pada kulit atau insang. Stadia "trophont" berbentuk seperti bola dengan garis tengah sekitar 300 mikron, terbungkus oleh bulu-bulu
halus/cilia.
Ikan Kerapu Lumpur dapat terserang penyakit bintik putih seperti terserang Ichtyophthirius multifilis. Bintik putih terlihat berbentuk titik yang masuk cukup dalam. Dalam hal-hal tertentu di mana serangan penyakit ini ditunggangi oleh serangan bakteri maka akan timbul borok pada bagian yang terserang.
Ikan Kakap dan jenis ikan lain yang bersisik besar jarang terlihat bahwa tersebut terserang penyakti bintik putih. Ikan-ikan tersebut akan kehilangan nafsu makan, matanya membengkak, sisik-sisiknya lepas, kadang terjadi pendarahan pada kulitnya dan terjadi pembusukan bagian sirip akibat terinfeksi bakteri/infeksi sekunder.
Pada ikan Lutjanus (jenis Goden Snaper) kepala merupakan bagian yang paling rawan terhadap serangan parasit ini, yang kadang sampai sisik pada kepala bagian atas dan tutup insang mengelupas yang kemudian terlihat botak. Insang pada ikan yang terserang parasit ini akan rusak dan tidak berfungsi. Keluarnya lendir yang berlebihan biaanya tidak sehebat seperti pada serangan parasit Diplectanum sp.
Penyakit yang paling sering dijumpai pada ikan-ikan dan sangat susah diberantas ini sesebabkan oleh protozoa yang bersarang pada lapisan lendir kulit dan sirip ikan, serata merusak lapisan insang. Binatang yang sangat kecil dan tidak bisa dilihat oleh mata biasa ini, pada selaput ikan bergerombol sampai berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus jumlahnya, hingga dapat terlihat sebagai bintik-bintik putih. Karena itu biasa disebut White spot.
Protozoa ini merusak sel-sel lendir ikan, dan dapat menyebabkan pendarahan, yang sering terlihat pada sirip dan insang ikan. Siklus hidup parasit ini sangat penting untuk diketahui, oleh karena itu segala cara pemberantasannya, pada dasarnya ialah memutuskan rantai kehidupan.
Sesudah 8 hari hidup pada ikan parasit ini sudah cukup dewasa untuk melangsungkan diri dari tubuh ikan, dan melayang-layang dalam air untuk beberapa saat lamanya. Kemudian ia melekatkan diri pada suatu benda, batu-batu, tumbuh-tumbuhan, gangang, dan sebagainya serta membentuk suatu lapisan kulit yang terlihat sebagai lendir. Bentuk demikian disebut cyste. Parasit ini dalam cyste membelah diri.
Dalam waktu 5 jam (lamanya tergantung suhu), terbentuklah beribu-ribu protozoa kecil-kecil. Kemudian dinding cyste itu pecah, lalu berhamburlah anak-anak parasit tersebut, melayang-layang dalam air, siap untuk menyerang ikan. Apabila dalam waktu 48 jam mereka tidak dapat menemukan ikan-ikan untuk ditempelinya maka anak-anak parasit itu akan mati. Jika ada ikan, mereka segera menempel dan tumbuh pada selaput lendir ikan.
Pada selaput lendir ikan, parasit protozoa ini hidup terbungkus oleh selaput sel lendir. Obat-obat pemberantas tidak dapat meresap kedalam parasit dalam keadaan tersebut, tanpa merusak selaput lendir ikan yang bersangkutan juga. Karena itu fase pre cyste, adalah fase yang mudah dikenai obat tanpa merusak ikan yang bersangkutan. Demikian juga cyste ketika benih parasit ini sudah keluar dari cyste.Sedangkan pada fase cyste, penyakit ini juga tidak tertembus oleh obat, karena berdinding lendir.
Terhadap penyakit ini tindakan yang lebih penting ialah pencegahan. Hal ini dilakukan dengan menciptakan suasana kesegaran dan kesehatan bagi ikan, sehingga ikan mempunyai daya tahan yang besar terhadap penyakit ini. Caranya ialah dengan memilih lokasi di mana air dapat selalu berganti lewat arus yang cukup.
Pencegahan dan pengobatan
Penanggulangan parasit ini cukup sulit. Stadia tomont berbentuk kista sangat tahan terhadap obat-obatan, sedangkan stadia trophonts seringkali masuk cukup dalam ke jaring daging ikan. Namun demikian perlakuan seperti tersebut di bawah ini dan telah banyak memberikan hasil yaitu :
• Celupkan ke dalam formalin 200 ppm selama 1/2 sampai 1 jam tergantung kepada daya tahan ikan.
• Celupkan ke dalam formalin 100 ppm dan acriflavin 10 ppm selama 1 jam.
• Celupkan dalam campuran formalin 25 ppm dan malachite green 0,15 ppm selama 12 jam.
• Menggunakan nitrofurazone 30 ppm selama 12 jam.
• Menggunakan methyllene blue 0,1 ppm selama setengah jam.
• Menggunakan air tawar murni selama 1 jam (hanya untuk ikan kakap dan kerapu lumpur).
Perlakuan tersebut diulangi 2 sampai 3 kali. Pengobatan juga dapat dilakukan dengan percampuran obat dalam ransum makanan, yaitu menggunakan metronidozone 5 gram untuk setiap kilogram makanan selama 10 hari.
Berdasarkan hasil percobaan, gejala penyakit cryptocaryoniasis akan terlihat dalam waktu 5 hari setelah ikan sehat diolesi insang dari ikan yang sakit. Tindakan yang perlu diambil untuk menanggulangi penyakit ini adalah sebagai berikut :
• Isolasi ikan-ikan yan ternyata sakit khususnya benih/gelondongan sejauh mungkin dari ikan-ikan yang sehat.
• Ambil ikan-ikan yang mati atau sakit parah dari keramba untuk kemudian dimusnahkan.
• Lakukan pengobatan sedini mungkin (begitu terlihat tanda-tanda ada ikan yang terserang penyakit ini) untuk memotong siklus hidup penyakit ini dan jangan sampai menjadi stadia kista serta terbentuknya tomite (stadia muda dan berenang bebas dari Cryptocaryon irritans).
- Brooklynelliasis
Penyakit ini disebabkan oleh Brooklynela sp, suatu protozoa berbentuk seperti kacang mirip dengan Chilodonella sp. mudah dikenal dengan adanya bulu rambut (cilia) yang panjang, sebuah macronucleus dan kantong berbentuk oval yang terlihat jelas. Brooklynela sp irritans, namun jenis ikan yang bisa terserang lebih sedikit.
Parasit ini dijumpai di bagian insang dan kulit dari ikan yang terserang.Tanda-tandanya penyakit yang ditimbulkan sama dengan penyerangan Cryptocaryon irritans, hanya saja jarang terjadi kerusakan kulit ikan yang terserang. Luka yang ditimbulkannya lebih tersebar dan terjadi pendarahan pada kulit bagian dalam.
Pendarahan ini kemungkinan disebabkan oleh kesengajaan ikan menggesek-gesekkan badannya ke jaring atau wadah budidaya lainnya yang diakibatkan gatal akibat serangan parasit ini pada bagian kulit.
Pencegahan dan pengobatan
Pemberantasan parasit ini dapat dilakukan seperti pada serangan parasit Cryptocaryon irritans. Keberhasilan upaya pemberantasan dapat dilihat dengan pengamatan di bawah mikroskop terhadap preparat usapan (smear) pada ikan yang diobati. Serangan penyakit sekunder seperti kebusukan sirip dapat dicegah dengan pengobatan menggunakan acriflavine atau pemandian mengunakan antibiotic.
- Trychodiniasis
Penyakit Trychodiniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Trichodina sp suatu protozoa bebenbentuk cakram dengan diameter sekitar 100 mikron dengan "gigi-gigi" yang terdapat di bagian tengah dan cilia pada bagian permukaan bawah. Pemberantasan/pencegahan penyakit ini dapat dilakukan seperti terhadap serangan "Cryptocaryoniasis" atau "Brooklynelliasis".
d. Jamur
Jamur merupakan tumbuhan sederhana yang tidak membutuhkan cahaya untuk tumbuh, tetapi memakan bahan organik untuk mendapatkan energinya.
Jamur dapat menyebabkan penyakit bila tumbuh pada organisme hidup termasuk ikan. Dewasa ini ada dua penyakit ikan yang berasal dari jamur, yaitu : Saprolegniasis dan Ichthyosporidosis.
- Saproleniasis
Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang disebut Saprolegnia sp. Serangan jamur ini menyebabkan perubahan warna pada kulit dan tumbuh jamur putih keabu-abuan yang makin lama makin melebar, dan menyebabkan kerusakan pada otot. Ikan-ikan yang sakit tersebut sebaiknya diambil dari kurungan pemeliharaan. Penyakit ini jarang sekali ditemukan dan tidak mudah menyerang ikan yang dalam keadaan sehat. Penyakit ini terutama menyerang ikan kakap putih pada bagian sirip punggung dan melebar ke arah sirip ekor.
Pencegahan dan pengobatan
Pengobatan dapat dicoba dengan jalan diolesi :
• Larutan yodium Tincture 0,1%
• Larutan Potassium Dichromat 1%
Atau perendaman dengan menggunakan :
• Methylene blew 0,1 PPM, selama kira-kira 1 jam dan diulangi selama 3 hari.
• Ichthyosporidosis
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Ichthyos poridium sp (Ichthyophonus sp). Jamur ini berkembang mengikis jaringan luar bagian kepala dan menyebabkan luka yan dalam yang berwarna kemerah-merahan dan dapat masuk ke dalam sampai ke bagian tengkorak kepala ikan. Kadang-kadang juga ditemukan di bawah kulit dan jaringan epitel kulit dari jaringan organ yang penting misalnya insang, usus, hati dan jantung dalam bentuk gumpalan granula.
Biasanya terdapat pada ikan kerapu dan berkembang lambat karena penyakit ini terutama teramati pada ikan-ikan atau ukuran pasar.Sampai saat ini belum ada pengobatan yang manjur terhadap penyakit ini. Beberapa jenis antibiotik yang biasa terdapat di pasaran kurang mempan menghadapi penyakit ini. Untuk itu dapat dihindari dengan jalan menjaga makanan dari ikan rucah yang diberikan agar bersih dan tidak ada gumpalan-gumpalan penyakit di bagian kulitnya atau di bagian lain.
e. Bakteri
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri merupakan penyakit yang paling umum dijumpai pada usaha budidaya ikan laut.
Bakteri merupakan jasad renik yang kira-kira duapuluh kali lebih kecil dari sel-sel jamur, protozoa atau sel daging ikan. Biasa terdapat di udara, dalam tanah maupun dalam air dan benda padat lainnya. Sebagian besar bakteri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit. Namun bakteri mempunyai kemampuan memperbanyak diri sangat cepat, sehingga apabila bakteri tersebut berada dalam bagian tubuh hewan. Bakteri ini bermacam-macam jenisnya. Yang menyerang manusia, berbeda dengan
jenis yang menyerang ikan dan tumbuh-tumbuhan. Tetapi ada pula jenis-jenis yang dapat menyerang manusia dan hewan sekaligus.
Ikan yang terserang oleh bakteri dapat memperlihatkan gejala yang berbeda-beda. Jika bakterinya menyerang kerusakan-kerusakan pada kulit yang terlihat seperti kena api (luka bakar), seperti kudis/borok yang membusuk.
Infeksi bakteri biasanya timbul apabila ikan menderita stres. Kematian banyak terjadi pada ikan yang menderita stres karena serangan bakteri yang menyebabkan infeksi. Penyakit bakteri merupakan jenis yang terbanyak didapati pada usaha budidaya ikan di laut. YC. Chong (1986) menyebutkan bahwa di perairan Siangapura terdapat 3 kelompok utama penyakit yang disebabkan oleh bakteri, yaitu : pembusukan sirip/ekor, Vibriosis dan Streptococcosis.
- Pembusukan sirip/ekor (Bakteri Fin Rot)
Bakteri ini biasanya menyerang sirip-sirip, terutama sirip ekor dan dapat mengakibatkan luka dan pengelupasan kulit. Ikan-ikan yang terserang penyakit ini akan menalami luka/kerusakan pada bagian tepi dan siripsiripnya, termasuk sirip ekor dan akan terkikis secara tidak teratur. Bahkan tidak jarang terjadi sirip yang terserang akan tinggal bagian pengkalnya saja.
Jika diamati pada bagian yang terkena penyakit atau bagian yang luka hanya sedikit terdapat protozoa, tetapi diketemukan
banyak sekali populasi bakteri yang terdiri dari bakteri Mycobacter sp. Vibrio sp, jenis-jenis Pseudomonas dan Cocci gram positif.
Diperkitakan bahwa kerusakan yang terjadi tersebut diakibatkan oleh serangan bakteri dengan populasi yang sangat padat. Bakteri ini mudah menular lewat luka-luka ikan yang lain akibat sentuhan ekor yang sakit. Bakteri yang paling dominan adalah Vibro sp karena mempunyai kemampuan yang baik untuk hidup di air laut dan pertumbuhannya untuk membentuk koloni lebih cepat dibandingkan dengan bakteri yang lain.
Pada dasarnya penyakit ini tidak begitu berbahaya, tetapi yang menjadikan bahaya justru infeksi sekunder jenis bakteri lain yang dapat memperparah penyakit tersebut dan menyebabkan kematian ikan.
Pencegahan dan pengobatan
Pencegahan dapat dilakukan dengan jalan perendaman ikan yang sakit ke dalam bak air dengan menggunakan :
• Nitrofurozone 15 ppm, selama 3 - 4 jam.
• Suplhonamide 50 ppm, selama 3 - 4 jam.
• Neomycin sulphate 50 ppm, selama 1 - 2 jam.
• Chloramphenicol 50 ppm, selama 1 - 2 jam.
• Acriflavine 100 ppm, selama 1 menit.
Sesudah pengobatan, tempatkan ikan ke dalam kurungan yang bersih dengan kepadatan yang rendah dan aliran air yang baik, atau pada bak dengan penambahan aerasi secukupnya.
- Vibriosis
Vibriosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Bakteri Vibrio sp termasuk kelompok bakteri yang heterogen dan gram negatif. Ada 2 bakteri penting yang diketahui menyerang ikan laut yaitu : V. alginolyticus dan V. parahaemollyticus. Vibriosisi merupakan penyakit sekunder, artinya penyakit ini muncul setelah adanya serangan penyakit yang lain misalnya protozoa atau penyakit lainnya.
Dari percobaan yang dilakukan terhadap bakteri yang diisolasikan dari ikan kerapu dan kakap putih yang sakit, ternyata bakteri ini tidak mampu membuat ikan menjadi sakit vibriosis setelah dilakukan penyuntikan dengan bakteri tersebut. Terkecuali apabila dosisnya tinggi.
Ikan kerapu yang terkena Vibriosisi akibat suntikan bakteri tersebut, akan mengalami perubahan warna kulit menjadi lebih gelap dan daerah bekas suntikan akan menjadi borok. Selanjutnya akan terjadi pendarahan pada bagian peritonial dan ginjalnya akan rusak. Pengamatan di alapangan juga menunjukkan gejala ikan kurang nafsu makan, busuk sirip dan akumulasi cairan di bagian abdomen.
Pencegahan dan pengobatan
Beberapa pengobatan dengan antibiotik dapat dilakukan antara lain :
• Menggunakan Oxytetracycline sebanyak 0,5 garam per kg makanan ikan selama 7 hari.
• Menggunakan Sulphonamides 0,5 gram per kg makanan ikan selama 7 hari.
• Chloromphenicol sebanyak 0,2 gram per kg berat makanan ikan selama 4 hari.
Apabila ikan tak mau makan, cobalah pengobatan dengan perendaman sbb :
• Nitrofurozon 15 ppm, selama lebih kurang 4 jam.
• Sulphonamides 50 ppm, selama lebih kurang 4 jam.
- Streptococcus
Bakteri dari genus Streptococcus ini kadang-kadang menyebabkan penyakit pada ikan laut yang dibudidayakan, seperti ikan kerapu merah dan ikan beronang. Tanda-tanda dari infeksi penyakit ini biasanya tidak jelas, namun ikan terkadang terlihat lesu, tidak sehat, berenang tidak teratur dan pendarahan pada cornea. Biasanya penyakit ini diamati lewat pemerikasaan laboratories.
Streptococcus sp termasuk bakteri yang resisten terhadap berbagai antibiotik yang secara terus menerus dipergunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang lain.
Pencegahan dan pengobatan
Berikut adalah perlakuan pengobatan yang disarankan tes sensitivitas antibiotik.
• Amphicilin 0,5 gram per kg makanan ikan untuk 2 hari.
• Oxytetracycline 0,5 gram per kg makanan ikan untuk 7 hari.
• Erythromycin estolate 1,0 gram per kg makanan untuk 5 hari.
Dapat juga menggunakan penicilin 3.000 unit per kg berat ikan yang disuntik secara intramascullar.
f. Virus
Virus adalah patogen yang paling kecil. Ukurannya lebih kecil dari seperduapuluh kali besarnya bakteri. Virus menyerang mahluk hidup, berkembangbiak di dalam organisme inang dan pada saat itulah dia akan menyebabkan kerusakan ataupun penyakit pada organisme inang.
Virus sangat tahan terhadap segala jenis obat-obatan. Oleh karena itu, pemberantasan penyakit yang disebabkan oleh virus lebih ditekankan kepada upaya pencegahan dan membatasi penularannya. Salah satu virus yang telah diketahui menyerang ikan pada budidaya di laut adalah penyakit Symphocystis.
Penyakit Lymphocystis disebabkan oleh serangan virus yang termasuk famili Iridovirus. Virus Lymphocytis berbentuk partikel berbidang banyak dengan sekitar 0,13 - 0,26 mikron. Terdiri dari inti DNA yang dibungkus oleh lapisan protein.
Infeksi pada ikan yang terserang menyebabkan tumbuhnya sel jaringan. Sel yang dikenal menyebabkan tumbuhnya sel jaringan. Sel yang dikenal dengan nama Lymphocystis menyerupai butiran sagu. Kelompok dari sel tersebut membentuk tumor pada kulit dan sirip.
Ikan kakap putih merupakan ikan yang sangat rawan terhadap serangan virus ini. Virus ini juga terbukti sangat mudah menular dengan menggunakan air sebagai media penularannya. Oleh karena itu, ikan yang terserang harus segera dipindahkan dan dipisahkan dari ikan yang sehat.
Pada dasarnya, penyakit yang diakibatkan virus belum dapat ditanggulangi secara pasti. Namun demikian pencegahan dapat dilakukan dengan jalan vaksinasi dengan obat antibiotik. Masalahnya adalah hingga saat ini, obat/vaksinasi untuk penyakit ini belum tersedia atau sulit didapatkan di pasaran.
Sumber :
Ditjen Perikanan Budidaya
Monday, September 17, 2007
Jenis Penyakit Pada Ikan Budidaya Air Payau
at 9:28 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment